Pengalaman Kuliah S2 PGSD di UNS
Sebelum saya mulai mendaftar di Pascasarjana UNS,
hal yang pertama saya lakukan adalah browsing dengan kata kunci “pengalaman
kuliah S2 PGSD di UNS”. Namun, saya tidak menemukan artikel yang tepat sesuai
dengan harapan saya. Lalu saya memasukkan kata kunci yang lebih umum “pengalaman
kuliah S2 di UNS”. Sekali lagi saya kecewa karena belum menemukan artikel yang tepat.
Saya mulai berpikir, kelak jika saya diterima di Pascasarjana UNS dan lulus,
saya akan menuliskan pengalaman selama kuliah agar bermanfaat bagi orang lain,
terutama yang ingin kuliah di S2 PGSD UNS.
Banyaknya kegiatan dan pekerjaan yang harus saya
selesaikan membuat rencana saya tersebut tertunda cukup lama. Sudah lebih dari satu
tahun sejak saya lulus. Dan hari ini saya membulatkan tekat untuk segera
menuntaskan janji saya itu.
Simak ceritanya berikut ini ya…,
Tahun 2011 ketika saya lulus S1 saya sudah mempunyai
keinginan untuk segera melanjutkan kuliah. Namun, waktu itu belum ada jurusan
S2 PGSD di UNS. Saya menunggu dan terus menunggu. Tahun 2014 saya mendengar
kabar bahwa jurusan tersebut akan segera dibuka, tetapi membutuhkan tanda
tangan dari mahasiswa yang berminat. Saya dan seorang teman datang ke kampus
untuk ikut membubuhkan tanda tangan. Kami terus menunggu info tetapi belum juga
ada kabar.
Awal tahun 2015 saya iseng membuka web SMPB UNS.
Ternyata jurusan S2 PGSD sudah mulai dibuka. Sebagai seorang PNS saya ragu karena
program studi baru yang belum terakreditasi akan menyulitkan untuk mendapat
izin belajar. Sekali lagi saya menunggu. Akhir tahun barulah saya mendaftar,
sehingga saya termasuk angkatan ketiga.
Pendaftaran dimulai dengan mengisi formulir secara
online dan membayar di bank. Selanjutnya saya mengumpulkan berkas pendaftaran
yang dijilid rapi dan diantar langsung ke gedung pascasarjana UNS. Setelah itu
ada ujian tertulis yang terdiri dari tes TPA dan Bahasa Inggris. Alhamdulillah
setelah menunggu pengumuman sekitar 1 bulan ternyata saya diterima.
Saya mulai mencari nama-nama teman yang juga diterima
lalu kami membuat grup BBM. Kami semua menunggu pengumuman kapan kuliah perdana
akan dilaksanakan. Minggu pertama kuliah saya tidak bisa masuk karena waktu itu
bertepatan dengan TOT Fasilitator Program B3 Provinsi Jawa Tengah. Saya merasa cukup
kecewa, tetapi antara pekerjaan dan kuliah harus sama-sama berjalan.
Minggu kedua barulah saya masuk kuliah. Ada 21
mahasiswa di kelas saya. Dan, saya baru menyadari bahwa saya adalah mahasiswi
tertua di kelas. Waktu itu usia saya 26 tahun. Saya juga satu-satunya mahasiswi
yang sudah menikah sekaligus sudah memiliki dua orang anak. Kebanyakan teman
saya masih fresh graduate dengan usia
rata-rata 22 atau 23 tahun.
Foto bersama dengan dosen mata kuliah
Penelaahan Kebijakan dan Kurikulum SD di Berbagai Negara,
Dr. Bambang Wasito Adi, M.Sc.
Perkuliahan di semester pertama dan kedua dilaksanakan
4 kali dalam seminggu sekitar pukul 1 siang sampai pukul 5 sore. Sedangkan
perkuliahan di semester ketiga hanya 3 kali dalam seminggu dengan waktu yang
sama. Di pertengahan semester ketiga inilah kami baru mendapatkan pembimbing
tesis. Sementara itu, pada semester keempat kami sudah mulai fokus untuk
mengerjakan tesis dan artikel publikasi. Lamanya kuliah tergantung kecepatan
kami masing-masing. Ada satu teman kami yang lulus di semester keempat. Saya
dan beberapa teman lulus di semester kelima. Kalau tidak salah, kebanyakan
teman lulus di semester keenam.
Semester pertama sampai ketiga bagi saya adalah
perjuangan yang cukup melelahkan. Sepulang kerja saya langsung ke kampus. Tidak
sempat makan siang adalah hal yang sudah biasa. Saya sangat senang ketika jam
tatap muka. Saya senang mendengarkan kuliah dari dosen-dosen yang hebat.
Kuliah-kuliah itu bagi saya sangat bermanfaat. Selain mendapatkan ilmu saya
juga semakin termotivasi untuk terus belajar. Tugas-tugas perkuliahan cukup banyak sehingga butuh
tenaga ekstra untuk menyelesaikan. Rata-rata adalah menulis makalah dan
presentasi. Kebanyakan tugas adalah tugas kelompok. Namun, ada juga beberapa
tugas individu.
Saat-saat UTS dan UAS adalah saat-saat terberat bagi
saya. Rata-rata UTS dan UAS dalam bentuk take
home, yaitu membuat makalah dan analisis jurnal internasional. Pernah dua
malam saya tidak tidur karena harus menyelesaikan UAS take home dan juga menyelesaikan rapor murid-murid saya. Belum lagi
pekerjaan rumah dan juga mengurus anak-anak. Tetapi semangat belajar yang
tinggi adalah kunci keberhasilan untuk meraih gelar akademis.
Foto bersama dengan dosen mata kuliah
Manajemen Pendidikan Inklusi SD,
Drs. Gunarhadi, M.A., Ph.D.
Untuk lulus ada 4 tahap yang harus kami lalui yaitu
seminar proposal, seminar kemajuan riset dan karya publikasi, seminar hasil
riset dan karya publikasi, dan terakhir ujian tesis. Syarat untuk ujian tesis
inilah yang paling berat. Kami harus mempunyai 1 jurnal internasional
bereputasi atau jurnal nasional terakreditasi dan juga satu prosiding baik nasional
maupun internasional. Namun, apabila prosiding sudah terindeks scopus atau
thomson maka satu prosiding sudah cukup untuk syarat ujian tesis.
Seminar Hasil Riset dan Karya Publikasi
Ada 2 seminar yang saya ikuti di tahun 2017. Yang pertama
adalah International Conference on
Teacher Training and Education (ICTTE) yang diselenggarakan oleh FKIP UNS. Yang
kedua adalah The First International
Conference on Language, Literature, Culture, and Education (ICOLLITE) yang
diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Artikel dari
ICTTE tersebut yang saya gunakan untuk mengikuti ujian tesis karena artikel
tersebut dipublikasikan oleh publisher
yang terindeks Thomson.
ICTTE, 7 Oktober 2017
ICOLLITE, 24-25 Oktober 2017
Untuk artikel jurnal saya juga submit di Jurnal
Cakrawala Pendidikan UNY meskipun akhirnya ditolak. Pada saat saya submit
jurnal tersebut belum terindeks scopus. Akan tetapi pada saat artikel saya
dalam proses review jurnal tersebut terindeks scopus. Satu tahun setelah saya
submit, barulah jurnal saya mendapatkan status baru yaitu “archived” alias
ditolak. Saya termasuk orang yang jujur sehingga hanya submit artikel yang sama di satu jurnal.
Tetapi lamanya proses dari submit sampai rejected sangat merugikan bagi saya.
Karena waktu penelitian saya menjadi tidak lagi up to date untuk disubmit ke jurnal lain. Mungkin teman-teman bisa
belajar dari kasus saya ini. Mudah-mudahan redaksi jurnal di Indonesia juga lebih
peka, jika sekiranya artikel yang disubmit tidak pas untuk terbit di jurnal
tersebut segera saja ditolak.
Meskipun banyak lika-likunya, proses yang penuh
perjuangan, ada keberhasilan, ada juga kegagalan… tetapi pendidikan selalu
layak untuk diperjuangkan. Hal paling manis adalah ketika kita bisa memakai
pakaian wisuda dan berfoto bersama keluarga, hhh…. Tetapi tuntutannya, dalam
bekerja kita harus lebih profesional. Seperti yang dikatakan salah satu dosen
saya, “gelar itu bukan untuk gagah-gahahan… melainkan untuk
dipertanggungjawabkan.”
Wisuda, 7 Juli 2018
Dan meskipun kuliah itu berat, ternyata kuliah itu
bikin nagih… saat ini saya mendaftar lagi di program S-3 Ilmu Pendidikan UNS. Mohon
doa dari pembaca agar saya bisa diterima. Kelak jika diterima dan lulus, insya
Allah saya akan kembali menuliskan pengalaman saya sambil berharap bahwa
tulisan saya dapat bermanfaat…,
Salam sukses untuk semua.
Saluuuuut
BalasHapusSaya iri dg kegigihan anda
Hehe... terima kasih pak
HapusMbak Linda...pengin bnget... Saya ini sdh tuwir sih mbak... Tp pengin S2 dan S3 di UNS... Tpi sejauh ini...info yang saya terima...S2 nya reguler semua ya mbak? Misal ada info yg nonreguler...kelas sore mlm.... Mohon info y mbak...krn sy kerja mbak... klau pagi siang tidak bisa. Terima kasih Mbak Linda... .
BalasHapusMaaf kak baru saya baca komentarnya. Saya kemarin S2 kelas sore kak. Kemungkinan kelas disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa pada angkatan tersebut. Kebetulan angkatan saya ada tiga mahasiswa yang sudah PNS.
HapusSemoga diberikan kemudahan ya kak, semangat dan sukses.
HapusAssalamualaikum mba, saya Restu Puteri, saya juga sedang mempersiapkan pendaftaran untuk melanjutkan S2 di UNS, apakah boleh bertanya mengenai persyaratan dokumentasi, perihal surat izin belajar dari atasan, serta format surat rekomendasi, apakah boleh? Terima kasih banyak
BalasHapusWa'alaikumsalam mbak, maaf ya baru saya baca komentarnya. Boleh sekali mbak, langsung email saja di allynce89@gmail.com
Hapusmakasih bu linda sudah mau berbagi pengalamanya.sangat bermanfaat buat saya pribadi,tp membuat sy agak minder juga bisa mengikuti samapi selesai atau tidak kedepannya
BalasHapus