Sisi Positif Zonasi
Pada
awalnya saya ragu apakah sistem zonasi akan berguna atau justru membuat mundur pendidikan
di Indonesia. Banyak yang mengeluh bahwa siswa yang pintar tidak dapat masuk ke
sekolah favorit. Banyak pula yang berpandangan bahwa tidak perlu belajar,
karena tidak belajar pun asal alamat dekat bisa diterima di sekolah favorit.
Namun, terkadang pemikiran kita sangat dangkal. Mana yang lebih penting, belajar
untuk masuk sekolah favorit atau belajar sebagai bekal masa depan anak-anak?
Kita
hidup di abad-21, zaman di mana segalanya cepat sekali berubah, zaman di mana
teknologi begitu pesat berkembang. Akses kita terhadap ilmu pengetahuan tidak
terbatas. Bukan keadaan yang perlu kita risaukan, namun kitalah yang harus menyesuaikan
dengan keadaan, kita juga harus berubah untuk menyesuaikan diri. Saya yakin
kita semua mampu, hanya terkadang kita tidak siap dengan paradigma baru, kita
tidak siap dengan cara baru, kita hanya ingin berada di zona nyaman.
Finlandia
adalah salah satu negara di mana masyarakat sangat percaya terhadap sekolah dan
guru. Orang tua sangat percaya untuk menyekolahkan anaknya di sekolah terdekat.
Ini dikarenakan setiap sekolah memiliki kualitas yang sama di seluruh penjuru
negeri. Tidak ada sekolah yang lebih unggul daripada yang lain. Apakah sekolah di Indonesia sudah seperti itu sehingga memaksakan sistem zonasi? Jawabannya
belum. Kita masih jauh di bawah Finlandia. Kesenjangan pendidikan ada di
mana-mana. Dan sayangnya kita juga berkontribusi untuk hal ini. Bayangkan jika
semua anak yang mempunyai kecerdasan lebih hanya mau sekolah di sekolah
favorit. Tentu saja sekolah favorit tersebut akan semakin maju, karena selain
sarana prasarananya sudah lengkap, input siswanya juga sudah baik sejak awal. Lantas
bagaimana sekolah lain bisa bersaing dengan sekolah favorit tadi?
Menurut
saya sisi positif zonasi adalah setiap sekolah diberikan kesempatan yang sama
untuk bersaing. Bagi siswa yang kemampuan akademiknya kurang juga tidak lagi
harus minder karena ada stigma sekolah favorit dan sekolah bukan favorit. Bukan
hanya anak yang kecerdasan akademiknya tinggi saja, namun semua anak berhak
diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Orang
tua yang tetap ingin anaknya sekolah di sekolah tertentu juga tidak perlu
terlalu risau karena masih ada jalur prestasi. Sistem zonasi memang sulit untuk
diterima, namun terkadang kita harus “sedikit dipaksa” untuk mau berubah.
Yang
perlu kita ingat, sekolah bukan satu-satunya tempat belajar. Belajar bisa
dilakukan di mana saja, kapan saja, dengan siapa saja (seperti slogan Rumah Belajar,
he he...). Dengan adanya sumber belajar yang melimpah di internet, semua orang
bisa pintar, bahkan mungkin tanpa sekolah sekalipun. Yang terpenting bukan lagi
tempat belajar, namun kemauan dan motivasi untuk belajar. Jangan sampai
semangat anak-anak untuk belajar dibatasi oleh ruang dan persepsi kita.
Ini
hanya sebagian dari opini saya terkait zonasi. Saya selalu berpikir terbuka
terhadap pandangan yang berbeda. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar