PENDIDIKAN ORANG DEWASA (ANDRAGOGI)
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pendidikan Orang Dewasa atau Andragogi
Malcolm Shepherd Knowles (1913-1997) adalah seorang pendidik Amerika
yang terkenal karena penggunaan istilah Andragogi sebagai sinonim dengan
pendidikan orang dewasa. Menurut Malcolm Knowles, andragogi adalah seni dan
ilmu pembelajaran orang dewasa, sehingga andragogi mengacu pada segala bentuk
pembelajaran orang dewasa (Kearsley, 2010). Andragogi, diusulkan oleh Malcolm
Shepard Knowles pada tahun 1968. Sebelumnya, banyak penelitian dan perhatian
telah diberikan pada konsep pedagogi atau mengajar anak-anak. Knowles mengakui
bahwa ada banyak perbedaan dalam cara orang dewasa belajar dibandingkan dengan
anak-anak. Pikirannya seputar andragogi berusaha memanfaatkan gaya belajar yang
unik dan kekuatan pelajar dewasa (Merriam, 2001).
Gambar 1. Malcolm Shepard Knowles
Istilah andragogi dapat dianggap setara dengan istilah pedagogi.
Andragogi dalam bahasa Yunani berarti pemimpin manusia dibandingkan dengan
pedagogi, yang dalam bahasa Yunani berarti pemimpin anak. Namun, perlu dicatat
bahwa istilah pedagogi telah digunakan sejak zaman Yunani Kuno, sementara
Alexander Kapp, seorang pendidik Jerman, pertama kali menggunakan istilah
andragogi pada tahun 1833 (Loeng, 2017). Andragogi-nya Kapp bukan teori tentang
bagaimana orang dewasa belajar atau bagaimana pengajaran orang dewasa harus dilakukan.
Bagi Kapp, andragogi adalah istilah untuk pendidikan di masa dewasa, secara harfiah,
“pendidikan untuk pria”. Apa yang dia lakukan adalah untuk membenarkan perlunya
pendidikan untuk orang dewasa, dan menggambarkan kualitas yang penting untuk
dikembangkan, baik secara umum maupun untuk berbagai pekerjaan yang dipilih.
Suprijanto (2007) memberikan definisi yang sangat detail tentang
andragogi. Menurutnya, pendidikan orang dewasa merupakan keseluruhan proses
pendidikan yang diorganisasikan, apa pun isi, tingkatan, metodenya baik formal
dan tidak, yang melanjutkan maupun yang menggantikan pendidikan semula di
sekolah, akademi dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang
dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya
pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan
perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan
pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi dan
budaya yang seimbang dan bebas.
Pendidikan orang dewasa, terdiri dari semua bentuk dari pendidikan yang
memperlakukan peserta atau siswa sebagai orang dewasa, yaitu orang yang cakap,
berpengalaman, bertanggung jawab, dewasa, dan seimbang (Rogers 1996, Tight
2004). Kata dewasa tersebut dapat merujuk pada suatu tahapan dalam siklus hidup
individu; pertama-tama dia adalah seorang anak, kemudian seorang remaja,
kemudian seorang dewasa. Hal ini dapat merujuk pada status, penerimaan oleh
masyarakat bahwa orang yang bersangkutan telah menyelesaikan masa novisiatnya
dan sekarang dimasukkan sepenuhnya ke dalam komunitas. Ini dapat merujuk ke
sub-set sosial: orang dewasa berbeda dari anak-anak. Atau itu bisa mencakup
seperangkat cita-cita dan nilai-nilai: dewasa. (Rogers 1996, Tight 2004). Di
Indonesia, ada beberapa aturan hukum yang mengatur tentang batas usia dewasa di
Indonesia, diantaranya: (1) Pasal 330 KUHPerdata, usia 21 tahun atau sudah
menikah; Pasal 47 (1) UU Perkawinan, usia 18 Tahun; Pasal 63 (1) UU
Administrasi Penduduk, 17 tahun atau sudah menikah.
B. Fungsi
dan Tujuan Pendidikan Orang Dewasa
Suprijanto (2007) menyatakan bahwa fungsi dasar pendidikan orang dewasa
adalah instruksi, konseling, pengembangan program dan administrasi. Proses
pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan
mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memosisikan
dan mengevaluasi hasil. Keunikan dan keterpusatan fungsi pengembangan program
dalam pendidikan orang dewasa berasal dari perbedaan tujuan dan kebutuhan
pendidik orang dewasa. Sebuah upaya dilakukan untuk mempertemukan
bermacam-macam perubahan individu dan kebutuhan kelompok walaupun berupa
program jangka pendek. Hal ini mengikuti pernyataan bahwa pendidikan orang
dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan kedua
yang menyejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program
tidaklah begitu penting.
Menurut Suprijanto (2007) tujuan pendidikan orang dewasa yaitu: (1) membantu
pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup, (2) membantu
pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan
hubungan interpersonalnya, (3) membantu mengenali dan memahami
kebutuhan lifelong education, (4) memberikan
kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses pematangan
secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran, (5) memberikan
kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi orang dewasa
yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
C. Karakteristik
Belajar Orang Dewasa
Pada tahun 1980, Knowles membuat empat asumsi tentang karakteristik
pelajar dewasa yang berbeda dari asumsi tentang pelajar anak. Pada tahun 1984, Knowles
menambahkan asumsi kelima. Asumsi-asumsi tersebut yaitu: (1) Konsep Diri. Ketika
seseorang matang, konsep dirinya bergerak dari kepribadian yang bergantung pada
seseorang menjadi manusia yang mandiri. (2) Pengalaman Pembelajar Dewasa. Ketika
seseorang dewasa dia mengumpulkan kumpulan pengalaman yang berkembang yang menjadi
sumber belajar yang semakin meningkat. (3) Kesiapan untuk Belajar. Ketika
seseorang matang kesiapannya untuk belajar menjadi semakin berorientasi pada
tugas-tugas perkembangan peran sosialnya. (4) Orientasi ke Belajar. Ketika
seseorang matang, perspektif waktunya berubah dari salah satu aplikasi
pengetahuan yang ditunda menjadi aplikasi yang cepat. Sebagai hasilnya,
orientasinya terhadap pembelajaran bergeser dari salah satu yang berpusat pada
subjek ke yang berpusat pada masalah. (5) Motivasi belajar. Ketika seseorang
dewasa, motivasi untuk belajar adalah internal (Knowles 1984: 12).
Menurut Suprijanto (2007), karakteristik pendidikan orang dewasa yaitu: (1)
Memiliki lebih banyak pengalaman hidup. (2) Memiliki motivasi yang tinggi untuk
belajar. Orang dewasa termotivasi untuk belajar karena ingin memperoleh
pekerjaan yang lebih baik dan berprestasi secara personal, keputusan dan
perwujudan diri. (3) Banyak peranan dan tanggung jawab yang dimiliki
yang menimbulkan persaingan terhadap permintaan waktu antar setiap peranan yang
ia miliki. Menyebabkan keterbatasan waktu untuk belajar. Penting bagi pendidik
orang dewasa untuk memiliki sensitifitas dan memahami adanya persaingan
penggunaan waktu. (4) Kurang percaya diri atas kemampuan diri yang mereka miliki
untuk belajar kembali. Kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar tentang
belajar, usia lanjut dan faktor fisik juga dapat meningkatkan ketidakpercayaan
diri orang dewasa untuk kembali belajar. (5) Pengalaman dan tujuan hidup orang
dewasa lebih beragam daripada para pemuda. Dan hal ini dapat dijadikan suatu
kekuatan yang positif yang dapat dimanfaatkan melalui pertukaran pengalaman
dikalangan pembelajar orang dewasa. (6) Makna belajar bagi orang dewasa.
Belajar adalah suatu proses mental yang terjadi dalam benak seseorang yang
melibatkan kegiatan berfikir. Bagi pendidikan orang dewasa melalui
pengalaman-pengalaman belajar makna belajar diberikan.
D. Prinsip-prinsip
Pembelajaran Orang Dewasa
Pada 1984, Knowles menyarankan 4 prinsip yang diterapkan pada pembelajaran
orang dewasa: (1) Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi
pengajaran mereka, (2) pengalaman (termasuk kesalahan) memberikan dasar untuk
kegiatan pembelajaran, (3) orang dewasa paling tertarik mempelajari mata
pelajaran yang memiliki relevansi dan dampak langsung terhadap pekerjaan atau
kehidupan pribadi mereka, (4) pembelajaran orang dewasa lebih berpusat pada
masalah daripada berorientasi pada konten. (Kearsley, 2010)
Pada tahun 2000, Billington menemukan sejumlah faktor andragogis kunci
yang sangat berharga dalam membantu orang dewasa tumbuh dan jika tidak ada
membuat mereka tidak tumbuh dan bahkan mengalami kemunduran. Faktor-faktor itu
adalah: lingkungan kelas yang saling menghormati; kemampuan dan prestasi hidup
mereka diakui; kebebasan intelektual, pembelajaran mandiri, eksperimen dan
kreativitas didorong; pelajar diperlakukan secara adil dan sebagai orang dewasa
yang cerdas; waktu kelas secara intelektual menantang; interaksi yang
dipromosikan dengan instruktur dan antara siswa; dan umpan balik teratur dari
instruktur (Henschke, 2009).
Menurut Suprijanto (2007), Pendidikan orang dewasa memiliki 10 Prinsip
yang membedakannya dengan jenis pendidikan yang lain. 10 Prinsip pendidikan
orang dewasa tersebut,dapat menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan
efisien. Prinsip-prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a.
Prinsip
kemitraan
Prinsip kemitraan menjamin terjalinnya
kemitraan di antara pengajar dan pelajar. Dengan demikian pelajar tidak
diperlakuan sebagai murid tetapi sebagai mitra belajar sehingga hubugan yang
mereka bangun bukanlah hubungan yang bersifat memerintah, tetapi hubungan yang
bersifat membantu, yaitu pengajar akan berusaha semaksimal mungkin untuk
membantu proses belajar pelajarnya.
b.
Prinsip
pengalaman nyata
Prinsip pngalaman nyata menjamin
berlangsungnya kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa terjadi dalam
situasi kehidupan yang nyata. Kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa
tidak berlangsung di kelas atau situasi yang simulatif, tetapi pada situasi
yang sebenmarnya.
c.
Prinsip
kebersamaan
Prinsip kebersamaan menuntut digunakannya
kelompok dalam kegiatan pembelajaran pendidikan orang dewasa untuk menjamin
adanya interaksi yang maksimal di antara peserta dengan difasilitasi pengajar.
d.
Prinsip
partisipasi.
Prinsip partisipasi adalah untuk mendorong
keterlibatan pelajar secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran orang dewasa,
dengan fasilitas dari pengajar. Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan orang
dewasa semua peserta harus terlibat atau mengambil bagian secara aktif dari
seluruh proses pembelajarn mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran.
e.
Prinsip
keswadayaan.
Prinsip keswadayaan merupakan prinsip yang
mendorong kemandirian pelajar dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pendidikan orang dewasa bertujuan untuk menghasilkan manusia yang mandiri yang
mampu melakukan peranan sebagai subyek atau pelaku. Untuk itulah diperlukan
prinsip keswadayaan.
f.
Prinsip
kesinambungan
Prinsip yang menjamin adanya kesimambungan
dari materi yang dipelajari sekarang dengan materi yang telah dipelajari di
masa yang lalu dan dengan materi yang akan dipelajari di waktu yang akan
datang. Dengan prinsip ini maka akan terwujud konsep pendidikan seumur hidup
(life long education) dalam pendidikan orang dewasa.
g.
Prinsip
manfaat
Prinsip manfaat menjamin bahwa apa yang
dipelajari dalam pendidikan orang dewasa adalah ssesuai dengan kebutuhan yang
dirasakan oleh pelajar. Orang dewasa akan siap untuk belajar manakala dia
menyadari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Kesadaran terhadap kebutuhan
ini mendorong timbulnya minat untuk belajar, dan karena rasa tanggung jawabnya
sebagai orang dewasa maka timbul kesiapannya untuk belajar.
h.
Prinsip
kesiapan
Prinsip kesiapan menjamin kesiapan mental
maupun kesiapan fisik dari pelajar untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran.
Orang dewasa tidak akan dapat melakukan kegiatan pembelajaran manakala dirinya
belum siap untuk melakukannya, apakah itu karena belum siap fisiknya atau belum
siap mentalnya.
i.
Prinsip
lokalitas
Prinsip lokalitas menjamin adanya materi yang
dipelajari bersifat spesifik lokal. Generalisasi dari hasil pembelajaran dalam
pendidikan orang dewasa akan sulit dilakukan. Hasil pendidikan orang dewasa
pada umumnya merupakan kemampuan yang spesifik yang akan dipergunakan untuk
memecahkan masalah pelajar pada tempat mereka masing-masing, pada saat sekarang
juga. Kemampuan tersebut tidak dapat diberlakukan secara umum menjadi suatu
teori, dalil, atau prinsip yang dapat diterapkan dimana saja, dan kapan saja.
Hasil pembelajaran sekarang mungkin sudah tidak dapat lagi dipergunakan untuk
memecahkan masalah yang sama dua atau tiga tahun mendatang. Demikian pula hasil
pembelajaran tersebut tidak dapat diaplikasikan dimana saja, tetapi harus
diaplikasikan di tempat pelajar sendiri karena hasil pembelajaran tersebut
diiproses dari pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh pelajar.
j.
Prinsip
keterpaduan
Prinsip keterpaduan menjamin adanya integrasi
atau keterpaduan materi pendidikan orang dewasa. Rencana pembelajaran dalam
pendidikan orang dewasa harus meng-cover materi-materi yang sifatnya
terintegrasi menjadi suatu kesatuan meteri yang utuh, tidak partial atau
terpisah-pisah.
E. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pembelajaran Orang Dewasa
Terkait dengan faktor yang mempengaruhi pelajar dewasa dalam pendidikan
orang dewasa dan berkelanjutan, Ndlovu & Moyo (2013) menyimpulkan bahwa: (1)
Usia memang mempengaruhi kinerja akademik. (2) Status pernikahan siswa tidak
mempengaruhi waktu yang mereka alokasikan untuk studi mereka. Namun, pelajar
yang sudah menikah memiliki kinerja paling sedikit, diikuti oleh mereka yang bercerai.
Peserta didik yang masih lajang memiliki kinerja tertinggi. (3) Status keuangan
tidak mempengaruhi prestasi akademik mereka. (4) Kehadiran dan konsep diri
memiliki korelasi positif dengan prestasi akademik. (5) Gaya belajar memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja akademik.
Menurut Pannen dan Sadjati (2006), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi belajar orang dewasa yaitu faktor kebebasan, faktor tanggung
jawab, faktor pengambilan keputusan, faktor pengarahan diri sendiri, faktor
psikologis, faktor fisik, faktor daya ingat, dan faktor motivasi. Faktor-faktor
tersebut dijelaksaskan sebagai berikut.
a.
Faktor
Kebebasan
Ciri kedewasaan adalah kebebasan atau
keterikatan dengan orang lain. Dalam proses belajar, seorang dewasa cenderung
berkeinginan untuk menentukan apa yang ingin dipelajarinya serta membandingkan
dan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman-pengalaman belajar yang
telah dimiliki sebelumnya. Selain itu orang dewasa juga dapat menilai kebenaran
informasi yang mereka terima. Dengan demikian pendekatan mereka terhadap apa
yang dipelajarinya adalah praktis dan mengarah pada pemecahan masalah. Yang
penting bagi mereka adalah bagaimana mengaplikasikan sesuatu dan bagaimana
memecahkan masalah, bukan sekedar pengetahuan dan teori-teori. Dengan demikian
mereka memerlukan contoh dan noncontoh aplikasi pengetahuan dan teori dalam
kehidupan sehari-hari. Proses belajar orang dewasa perlu disesuaikan dengan
faktor kebebasan yang dimiliki orang dewasa, misalnya membebaskan untuk memilih
tugas yang ingin dikerjakan, atau penugasan dengan menulis opinion paper sebagai pemecahan masalah atau suatu kasus.
b.
Faktor
Tanggung Jawab
Faktor tanggung jawab membedakan sifat
anak-anak dan sifat dewasa. Orang dewasa bertanggung jawab terhadap tindakannya
dan dapat berdiri sendiri. Dalam hal kedewasaan, peserta didik dan pengajarnya
sebenarnya sama sejajar, perbedaannya bahwa pengajar memiliki pengetahuan atau
keterampilan tertentu yang belum dimiliki peserta didik. Karena sejajar
tersebut maka orang dewasa cenderung ingin diperlakukan sebagai seseorang yang
bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Mereka senang dianggap sebagai sahabat
yang mengerti apa yang mereka lakukan. Dengan demikian, belajar bagi orang
dewasa adalah proses saling bertukar pendapat, bukan menunggu perintah atau
petunjuk. Kegiatan diskusi, tanya jawab, tugas mandiri dengan ketentuan waktu
yang jelas (deadlines) merupakan cara
yang dapat membantu membina rasa tanggung jawab dalam proses belajar mengajar
orang dewasa.
c.
Faktor
Pengambilan Keputusan
Orang dewasa mampu mengambil keputusan
sendiri berdasarkan sistem nilai dan pengetahuan yang dimiliki, tanpa
ditentukan atau dipengaruhi oleh orang lain. Mereka dapat menentukan mana yang
baik dan mana yang tidak baik untuk diri mereka. Dikaitkan dengan proses
belajar orang dewasa, maka mereka tidak dapat dipaksakan untuk menerima
kebenaran-kebenaran dari luar. Maka dalam penyajian bahan pelajaran kepada
orang dewasa hendaklah informasi yang
disampaikan merupakan informasi yang relevan dan netral. Peran pengajar dalam
hal ini adalah sebagai fasilitator yang mampu membantu dalam mengambil
keputusan dan meyeleksi informasi yang diterima, terutama dalam hal-hal baru
dari peserta didik.
d.
Faktor
Psikologis
Dalam proses belajar orang dewasa, faktor
psikologis hendaknya diperhatikan. Perlu adanya kesan bahwa siswa diterima
sebagai orang dewasa yang mempunyai kebebasan berekspresi dan berkreasi dan dihargai sebagai sahabat. Yang penting
adalah pengajar dan yang diajar dapat menumbuhkan rasa saling membutuhkan, bukan
saling menggurui.
e.
Faktor
Fisik
Belajar orang dewasa membutuhkan situasi yang
lebih bebas. Secara fisik ia membutuhkan tempat latihan yang tidak mengikat.
Untuk itu tempat dan semua perlengkapan perlu diatur agar memberikan
kenyamanan, menyenangkan, bersifat santai dan tidak formal, penempatan
perlengkapan dan media pembelajaran yang tepat, dan kondisi ruangan. Misalnya
dalam suatu ruangan jangan terlalu banyak siswa, idelanya adalah 15-20 orang
dalam satu ruangan, karena dengan jumlah tersebut dimungkinkan untuk dialog,
diskusi dan praktek lebih intensif.
f.
Faktor
Daya Ingat
Daya ingat orang dewasa juga mempengaruhi
proses belajar, terutama dalam hal menangkap atau menerima pelajaran baru,
mengingat pengalaman dan pengetahuan yang sudah pernah didapat, menghadirkan
kembali yang lama dan menghubungkan dengan yang baru. Daya ingat seseorang
menurun jika usianya semakin lanjut, oleh sebab itu pengajar tidak seharusnya
menginstruksikan unruk menghafal bahan pembelajaran yang diberikannya. Yang
diperlukan adalah pengertian dan pemahaman terhadap materi, bukan cuma sekedar
menghafal saja.
g.
Faktor
Motivasi
Motivasi perlu diperhatikan, bahwa motivasi
orang dewasa untuk mengikuti pendidikan berbeda-beda. Menurut Houle (1961),
motivasi peserta pelatihan orang dewasa dapat menjadi tiga kelompok yaitu : (1)
Orientasi pada Tujuan (Goal Oriented),
yaitu mereka yang mementingkan penerapan dan pemanfaatan pelajaran sebagai
sarana untuk tujuan tertentu, misalnya
untuk promosi dan naik pangkat. (2) Orientasi pada Kegiatan (Social Oriented), yaitu mereka yang
mementingkan interaksi antar sesama peserta dan proses belajar sebagai tujuan
belajar. (3) Orientasi Pada Mempelajari Ilmu (Learning Oriented), yaitu mereka yang belajar karena mereka senang
belajar.
Dengan mengetahui motivasi belajar orang
dewasa, maka pengajar dapat mengarahkan proses belajar mengajar dengan tepat
untuk membantu mencapai tujuan belajarnya.
F. Implikasi
Bagi Proses Pendidikan
Berdasarkan uraian sebelumnya pada makalah ini dan juga pendapat dari
Arif (2012), saya menyampaikan implikasi pada proses pembelajaran sebagai
berikut:
a. Iklim
belajar perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. Setiap peserta
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa
takut dipermalukan.
b.
Peserta
diikutsertakan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya.
c.
Peserta
dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya.
d.
Proses
pembelajaran merupakan tanggung bersama antara fasilitator dengan peserta.
e. Evaluasi
belajar dalam proses belajar secara andragogik menekankan kepada cara evaluasi
diri sendiri.
f. Proses
belajar ditekankan kepada teknik yang sifatnya melibatkan pengalaman peserta
sebelumnya, misalnya diskusi kelompok, metode kasus, simulasi, latihan praktik,
seminar, dan sebagainya.
g.
Penekanan
dalam proses belajar pada aplikasi praktis.
h.
Pendidik
orang dewasa tidak berperan sebagai guru, melainkan sebagai pemberi bantuan
kepada orang yang belajar.
SIMPULAN
Membelajarkan orang dewasa (andragogi) tidak sama dengan membelajarkan
anak-anak (pedagogi). Orang dewasa telah memiliki banyak pengalaman dalam
hidupnya. Fasilitator tidak berperan sebagai guru, melainkan sebagai orang yang
memberikan bantuan belajar untuk peserta. Dalam hal ini fasilitator harus
memahami karakteristik belajar orang dewasa, prinsip-prinsip andragogi, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar pada orang dewasa. Fasilitator juga
harus memahami bahwa peserta telah memiliki banyak pengalaman dan kompetensi,
hanya saja mereka belum mempelajari materi atau kompetensi yang disampaikan
oleh fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Z. (2012). Andragogi. Bandung: CV Angkasa.
Henschke, J. A. (2009). “A Productive Decade
of Andragogy's History and Philosophy 20002009." In Assessing and
Evaluating Adult Learning in Career and Technical Education. Wang, V. [Ed].
Hangzhou, China: Zhejiang University Press.
Kearsley, G. (2010). Andragogy (M.Knowles). The theory Into
practice database. Retrieved from http://tip.psychology.org.
Knowles, M. (1984). Andragogy in Action. San Francisco:
Jossey-Bass.
Loeng, S. (2017). Alexander Kapp – the first known user of the
andragogy concept. International Journal of Lifelong Education, 36(6),
629–643. doi:10.1080/02601370.2017.1363826.
Merriam, S. B. (2001). Andragogy and self-directed learning:
Pillars of adult learning theory. Merriam, S. B. (Ed.), The new update on
adult learning theory: New directions for adult and continuing education.
(pp.1-13)
Ndlovu, P. & Moyo, W. (2013).
Factors Affecting Performance of Adults in Adult and Continuing Education
in Nkulumane_Emganwini Area. International Journal of Asian Social Science,
2013, 3(12): 2490-2504.
Paulina
Pannen dan Ida Malati Sadjati. (2006). Buku Acuan, Program Pekerti,
P2P Universitas Negeri Jakarta. Artikel diakses dari http://prasko17.blogspot.com/2012/07/7-faktor-yang-mempengaruhi-bela
jar.html
Suprijanto. (2007). Pendidikan Orang Dewasa: dari teori hingga
aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Tight, M. (2004). Key Concepts in Adult Education and Training
2nd Edition. New York: RoutledgeFalmer.
Komentar
Posting Komentar