Naskah Lomba Pidato HUT PGRI ke-76
NASKAH LOMBA PIDATO DENGAN TEMA “SEJARAH PGRI”
Oleh: Linda Nurmasari, M.Pd.
Peserta Lomba Pidato dalam Rangka Memperingati HUT ke-76
PGRI
dan Hari Guru Nasional 2021 di Kabupaten Sragen
Assalamu’alaikum
wr. wb.
Yang saya hormati Dewan Juri
Yang saya hormati Bapak/Ibu Guru anggota PGRI
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji
syukur kehadirat Tuhan YME karena pada pagi hari ini kita dapat berkumpul
kembali dalam suasana bahagia setelah lama kita tidak bertatap muka akibat
pandemi covid -19. Semoga Indonesia segera pulih dan anak didik kita dapat
belajar dengan merdeka, merdeka belajar.
Sebelum memulai, saya ingin mengajak
Bapak/Ibu untuk yel-yel dulu.
Hidup PGRI .... hidup
Hidup Guru .... hidup
Solidaritas .... Yes
Terima kasih Bapak/Ibu.
Pada kesempatan ini saya akan
menyampaikan pidato dengan tema Sejarah PGRI. Bung Karno pernah mengatakan never leave history, jangan
sekali-sekali meninggalkan sejarah. Menurut beliau, jika kita meninggalkan
sejarah, maka kita akan berdiri di atas kekosongan, kita akan menjadi bingung,
dan perjuangan kita hanya akan menjadi “amuk”, ya amuk belaka. Oleh karena itu,
sebagai seorang guru sangat penting bagi kita untuk mengetahui sejarah PGRI,
agar kita tahu apa telah kita lakukan, apa yang belum, dan apa yang seharusnya
kita lakukan. Agar organisasi PGRI dapat terus berkontribusi, memberikan yang
terbaik kepada guru dan pendidikan di Indonesia.
Perlu kita ketahui bersama, bahwa cikal
bakal PGRI telah ada bahkan sejak Indonesia belum merdeka. Pada tahun 1912, organisasi
perjuangan guru-guru pribumi berdiri dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB). Pada tahun 1932, 32 organisasi guru yang berbeda-beda latar belakang sepakat
bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan
Guru Indonesia (PGI). Pengubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda,
karena penggunaan kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan.
Pada masa pendudukan Jepang, semua
organisasi dilarang menunjukan aktivitas. Orang-orang Jepang percaya bahwa
kekuatan suatu bangsa adalah pendidikan. Orang Jepang sangat menghargai dan
menghormati guru dan dokter. Guru dan dokter mendapat panggilan kehormatan dari
orang Jepang dengan sebutan “SEN-SEI” artinya “mula-mula hidup” atau “orang
yang tertua”. Di sekolah-sekolah, penggunaan Bahasa Belanda dan bahasa Inggris dilarang
oleh Jepang. Pelajaran bahasa Jepang harus diajarkan di sekolah-sekolah dengan
huruf katakana, hiragana dan kanji. Bahasa Indonesia digunakan di
sekolah-sekolah sebagai bahasa pengantar dan juga dipergunakan di
kantor-kantor.
Seratus hari setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 23-25 November 1945 berlangsung Kongres
Guru Indonesia di Surakarta. Seluruh peserta kongres sepakat dan menyetujui
berdirinya suatu organisasi yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI).
Tujuan awal PGRI ketika didirikan adalah
memperkuat berdirinya Republik Indonesia. Pendidikan diarahkan untuk menanamkan
rasa cinta tanah air dan patriotisme. Perjuangan PGRI bukan saja dilakukan
melalui bangku sekolah, tetapi para guru juga turut mengangkat senjata melawan
sekutu yang diboncengi oleh NICA Belanda. Bahkan, tidak sedikit dari mereka
yang gugur sebagai pahlawan bangsa.
Seiring
dengan perjalanan waktu tujuan pendidikan menyesuaikan dengan perkembangan
zaman. Peran PGRI yang paling utama adalah mempelopori perubahan sistem
pendidikan kolonial ke arah sistem pendidikan nasional. Sebagai penghormatan
kepada guru. Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 78
Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru
Nasional, dan selalu diperingati setiap tahun.
Tepat hari ini, 76 tahun PGRI berkiprah
untuk negeri, begitu banyak sumbangsih yang telah diberikan. Buah kerja keras
PGRI antara lain adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan
Dosen yang dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74/2008 yang
berimplikasi adanya tunjangan profesi yang hingga kini dinikmati para pendidik
di seluruh tanah air. PGRI juga memperjuangkan nasib para guru honorer
khususnya yang berusia di atas 35 tahun agar diberikan kesempatan menjadi ASN.
Memasuki abad ke-21 PGRI juga dengan
sigap menyesuaikan diri, salah satunya dengan mendirikan PGRI Smart Learning
and Character Center (PGRI SLCC) untuk meningkatkan kompetensi guru di bidang
teknologi dalam menghadapi perubahan di era revolusi industri 4.0.
Demikian tadi Bapak/Ibu, begitu luar
biasanya peran PGRI. Kita pantas bangga menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Mari
berjuang bersama memberikan yang terbaik untuk negeri. Mendidik generasi penerus
bangsa menjadi Indonesia sejati. Generasi yang siap berinovasi mengahadapi
perubahan tanpa kehilangan jati diri.
Mohon izin untuk menutup pidato saya
dengan beberapa pantun.
Kedung grujug di Kecamatan Miri
Cantik jelita indah bercahaya
Selamat ulang tahun PGRI
Semoga semakin jaya
Ke Sragen jangan lupa pecel tumpang
Coba juga nasi goreng jagung Kecamatan
Gesi
Kami para guru siap berjuang
Untuk mengantarkan anak meraih prestasi
Mandi air hangat di Bayanan
Pulang beli semangka Masaran
Jika saya banyak kekurangan
Mohon untuk dimaafkan
Jalan-jalan ke Sangiran
Jangan lupa mengajak kekasih
Cukup sekian
Dan terima kasih
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Komentar
Posting Komentar